Konsep Penghijauan Harus Memetik Bukan Menebang
PENANAMAN pohon dalam rangka penghijaun di wilayah ,sudah puluhan tahun dilakukan. Namun sepertinya belum banyak
membawa dampak bagi kelestarian alam dan berkurangnya bencana.
Terbukti
belum lama ini longsor dan banjir terjadi di wilayah Puncak dengan
jumlah yang sangat besar dibandingkan kejadian serupa sebelumnya.
Lalu apa yang salah? Alamnyakah? Gagalnya penghijauanya kah? Masifnya pembangunan villa dan perumahankah atau hal lain lagi?.
Kita lupakan saja itu semua. Pada prinsip sekarang bagaimana
melestarikan alam dan bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Lalu bagaiamana?
Mari kita rubah pola penghijauanya. Yang sebelumnya berpikir menebang sudah saatnya kita jadikan memetik. Bagaimana caranya?
Penanaman pohon kayu selama ini sudah banyak dilakukan. Warga hanya
dijadikan partisipan. Dan tidak mendapatkan faedah apa-apa. Karena yang
mendapat hasil hanya pemilik kayu. Setelah usianya cukup dan besar
kayunya sudah layak jual, maka pohon tersebut ditebang dan dijual.
Warga
hanya menjadi penonton. Dampak kealam kembali gundul. Padahal bukanlah hutan produksi.
Hal sederhana yang perlu dirubah adalah merubah pohon yang ditanam.
Dari jenis kayu menjadi jenis buah yang berkualitas.
Sehingga masyarakat
secara otomatis mau menanam dan merawat. Hasilnya dalam waktu 2-3 tahun
masyarakat sudah bisa menikmati secara otomatis, kemampuan ekonomi
masyarakat meningkat dan kelestarian alam terjaga.
Pohon apa yang cocok ditanam di dataran tinggi seperti di Puncak
Bogor? Banyak. Ada berbagai macam jenos Jeruk ( Siem, Mandarin, Lemon
dan lain-lain ), kelengkeng ( berbagai macam varietas ), Jambu Kristal,
alpukat dengan varietas unggul dan lain-lainya.
Jika berbagai jenis pohon tersebut ditanam warga , baik yang
mempunyai lahan sempit dan luas dan juga himbauan bagi villa, Hotel,
Resort untuk menanam, maka dalam 2 tahun kedepan akan panen raya.
Maka secara otomatis akan mempunyai produk unggulan yang tentu
akan sangat menarik bagi wisatawan.
Karena wisatawan juga bisa menikmati
panen langsung di tengah-tengah masyarakat.
Supaya
bisa terbagi wilayah produksinya sesuai dengan jenis buah yang cocok,
Untuk wilayah Ciawi akan cocok dengan buah jenis, Durian, Mangga dan
Rambuyan. Varietas unggulanya sangat banyak tinggal dipilih.
Kemudian bisa
dikembangkan jenis buah Jeruk, Jambu, Sawo, Alpukat. Varietasnya juga
banyak.
yang pasti jangan sampai dibagikan jenis buah yang biasa. Harus jenis
unggul. Sehingga dalam jangka 2 tahun masyarakat sudah bisa menikmati
hasilnya.
Jika hal tersebut bisa dilakukan , maka tidak akan ada lahan yang
kosong. Semua akan penuh dengan buah. Ekonomi masyarakat terangkat,
penghijauanya berjalan, konsep village tourismnya juga akan berjalan.
Selain penghijauan dan ekonomi masyarakat terangkat, kedepan juga
akan banyak memunculkan kelompok tani dan kreatifitas warga dalam
industri olahan dan kemasan. Sebagai kota pariwisata, dampak pariwisata
secara otomatis juga dinikmati masyarakat. Tidak hanya dimonopoli oleh
orang – orang yang bermodal kuat.
Karena dengan pola tersebut, masyarakat yang mempunyai lahan sempit bisa menanam antara 5-10 pohon di sekitar rumah mereka.
Jika masing – masing Desa Membutuhkan 1000 pohon untuk warga, maka di
butuhkan bibit +- 30 ribu bibit untuk tiga kecamatan. Harga satu pohon
dengan ukuran 70 – 100 cm berkisar 30 ribu rupiah. Maka Anggaran yang
dibutuhkan adalah sekitar 900 juta.
Namun
feedback yang akan dihasilkan warga dari penanaman komodity ini dalam 2
tahun sudah akan lebih dari 1 milyar, Biaya tidak melulu harus
menggunakan APBD, bisa dikombinasikan dengan
dana CSR perusahaan – perusahaan besar yang ada di Bogor ataupun
perusahaan Nasional.
Tinggal kemauan dan kreatifitas Pemkab Bogor dalam
menjalankanya.
Sekali lagi Konsep penghijauan bukan lagi dengan menanam
pohon yang dipanen kayunya, namun pohon yang di panen buahnya. Mari
Memetik Jangan Menebang.
0 Response to "Konsep Penghijauan Harus Memetik Bukan Menebang"
Posting Komentar