-->

Transformasi Ajaran Islam yang Humanis dalam Mengubah Sebuah Peradaban

Sejak awal diturunkan di dunia, Islam sebenarnya sudah mengajarkan tentang spirit mengasihi antar sesama lewat balutan ajaran teologi. Melalui doktrin dalam media dakwahnya yang toleran, tasamuh dan moderat,  Muhammad Saw dapat merubah peradaban jahiliyyah hanya dalam kurun waktu 23 tahun, sejak diutusnya beliau menjadi Rasul. Pantas saja salah seorang antrofisikawan, Michael H. Hart menempatkan dirinya dalam urutan nomor satu didalam bukunya yang fenomenal “ARangking of the Most Influential Persons in History“.

Pada mulanya, Nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, langsung dihantamkan pada persoalan sosiologis bangsa Arab pra-Islam sebagai solusi dan juga pembelajaran bagi kita bahwa kandungan al- Quran dan al- Hadits yang menjadi landasan maqosidu al- syari’ah yang ter-implementasikan pada lima aspek yaitu :  Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama), Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa),  Hifdz Al–Aql (Memelihara Akal),  Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan), dan Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta) merupakan satu rumusan yang Humanis yang dapat mendekonsrtuksi secara habis-habisan merubah bangsa Arab yang mundur secara ketuhanan dan kemanusiaan, tanpa ada paksaan dan ancaman.

Lebih eksplisit lagi, perubahan perilaku sosial “Social Culture” yang nampak setelah kehadiran Islam, tergambar jelas dalam lima hal, yaitu penghapusan perbudakan, pengangkatan derajat perempuan, rekonsiliasi peperangan, pengikisan fanatisme golongan ” Qobilah”.

Menyoal Perbudakan sebelum Islam datang, hal itu merupakan sesuatu yang lumrah dan wajar. Pun sebelum Arab pra-Islam, perilaku mempekerjakan manusia sekehendaknya ini sudah ada pada masa silam.

Islam memang tidak langsung menghapus perbudakan. Akan tetapi, sejarah hidup Rasulullah menunjukkan bahwa sesungguhnya Islam melarang perbudakan. Clarence Smith, dalamLiberal of Islam menyatakan bahwa Islam berperan dalam menolak perbudakan. Hal ini dapat kita ketahui dimana syariat Islam banyak sekali yang secara Eksplisit menunjukkan tujuan untuk penghapusan perbudakan.

Dalam sebuah hadits misalnya, disebutkan Siapa saja seorang muslim yang membebaskan seorang budak yang muslim, maka perbuatannya itu akan menjadi pembebas dirinya dari api neraka” ( HR Tirmidzi No 1547 ). Sabda Rasulullah yang menjadi pandangan Islam tersebut sejatinya adalah upaya berkala untuk memberangus perbudakan yang merupakan warisan jaman jahiliyyah. Sebab, agama Islam meneguhkan prinsip Egaliter, apapun rasnya, dimata Tuhan kita semua sama, hanya taqwalah yang membedakan.

Lain halnya memandang wanita, Arab pra-Islam memiliki pandangan bahwa wanita diciptakan sebagai “objek” bahkan alat untuk melampiaskan nafsu biologis kaum adam. Muhammad al Thâhir bin Asyûr dalam  (al Tahrîr wa al Tanwîr: 14/185)  menyebutkan Mereka mengubur anak-anak perempuan mereka, sebagian mereka langsung menguburnya setelah hari kelahirannya, sebagian mereka menguburnya setelah ia mampu berjalan dan berbicara, karena takut akan perlakuan masyarakat yang mengerdilkan perempuan pada waktu itu.  Bentuk perilaku rendah lainnya yakni, dalam hal pernikahan. 

Dalam masyarakat Arab, dikenal beberapa jenis pernikahan yang merendahkan kaum perempuan. Salah satunya adalah seorang suami bisa menyuruh istrinya untuk bergaul dengan lelaki lain. Hingga kehamilan terjadi dari hubungan itu, baru suaminya bisa kembali menggauli istrinya. Ini bertujuan agar mendapatkan anak dari bibit yang unggul.

Budaya semacam itu secara komprehensif dipangkas habis oleh Islam dalam aturan yang ketat. Secara gamblang disebutkan berbagai aturan tentang wanita untuk menjaga dan melindungi kehormatan diri mereka. Dalam hal berpakaian misalnya, Islam mencoba untuk menampilkan citra “terhormat” dengan wajibnya wanita memakai busana kain yang menutup aurat. Ini jelas mengubah stigma pemikiran dimana semula wanita sebagai sasaran pemuas, berganti menjadi sesuatu yang terjaga juga terlindungi dengan baik.

Diperkara peperangan dan fanatisme golongan, bangsa Arab pra Islam memiliki kebiasaan yang sangat buruk, yaitu permusuhan dan perkelahian. Dudung Abdurrahman dalam Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga Modern menyebutkan bahwa Ikatan kesukuan sangat kuat dalam kehidupan bangsa Arab pada masa pra-Islam, dan sering terjadi konflik antar kabilah, yang mengakibatkan permusuhan dan peperangan yang berlangsung lama.

Hal ini pun yang nantinya berlanjut pada masa kemunculan Islam, dimana mereka kaum quraisy tak henti-hentinya menyerang agama Islam karena kehadirannya telah menggerus keyakinan animisme dan dinamisme mereka yang sudah dipegang sejak lama.

Menyikapi budaya perang yang Barbarian, Rasulullah Saw tidak serta-merta agresif dan tidak pula “defensif” atau mengalah. Umat Islam waktu itu tidak melakukan ekspansi ajaran dakwahnya dengan peperangan, melainkan melalui metode pendekatan persuasif yang baik “sabili rabbika bila hikmah, Penyampaian dan nasihat yang menentramkan “mauizdati Hasanah, dan perdebatan yang kongkretwajadilhum billati hiya ahsan”.

Perihal peperangan yang dilakukan oleh umat Islam, itu hanyalah bagian dari reaksi perlawanan, karena umat Islam pada waktu itu tak henti-hentinya ditindas dan disiksa. Salah satu founder sejarahri.com, Habib Husein Ja’far Al Hadar saat menyampaikan diskusinya di forum Komfakdisa pernah menyebutkan, bahwa peperangan yang dilancarkan kafir quraysi sebenarnya sudah ditahan oleh Rasulullah Saw. Sebelum berperang, Rasul selalu mengirimkan ahli syair untuk meredakan peperangan agar tidak terjadi. Sejatinya, perang tidaklah mencerminkan dari sikap umat Islam.

Begitulah Islam dengan sangat mulianya meneguhkan nilai nilai kemanusiaan sebagai sebuah episentrum untuk menyampaikan dalil-dalil yang penuh Rahmat. Hak asasi manusia menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Karena sejatinya hubungan yang dijalin dalam tataran kehidupan ini harus mencakup dua elemen, yaitu Hablun minallah dan Hablun minannas.

Asas Islam dalam mengintegrasikan Wahyu ilahi dan realitas duniawi memunculkan satu paradigma bahwa dalam Islam sejatinya mengandung unsur-unsur perdamaian. Kaitannya dalam kehidupan manusia di era saat ini sangat penting sekali, mengingat maraknya radikalisme dan intoleransi juga sikap anti terhadap inklusivisme sebagai gejala dari lupanya umat akan nilai-nilai Islam yang baik serta solutif.

Datangnya Islam membawa misi humanisme dalam historisnya dimasa Arab pra-Islam menjadi pelajaran bagi kita bahwa, penyampaian inti ajaran Islam sangat penting untuk direalisasikan. Islamophobia yang terjadi akibat dari maraknya kalangan fundamentalis yang secara tak terasa memplintir ajaran Islam yang penuh kedamaian dengan doktrin kekerasannya, telah mengaburkan nurani Islam itu sendiri sebagai agama dengan misi kedamaian.

Akhirul kalam, semoga nilai Islam dapat terus ada, menyala ditengah carutnya nilai kemanusiaan, menampilkan Islam sebagai sebuah tawaran akan realita jaman untuk perubahan peradaban dan nilai kemanusiaan  yang lebih baik lagi.

0 Response to " Transformasi Ajaran Islam yang Humanis dalam Mengubah Sebuah Peradaban"

Posting Komentar

Ingat Wisata ke Jogja, Ingat Lezatnya Jogja Scrummy

Dude Harlino artis sekaligus aktor nasional mempersembahkan oleh-oleh hits dan kekinian Jogja Scrummy. Jogja Scrummy merupakan perpadu...

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel